Tanpa sadar saya menuliskan ini di note saya, jadi sekalian saja saya share di blog ini. Entah bentuknya apa, mungkin puisi, mungkin prosa atau hanya abstrak, saya pun tak tahu.
Dear diary,
Tahukah kalau langit itu tinggi, setinggi itulah harapan yang aku taruh untuk dapat bersamamu.
Setinggi itu pula kau berada, di tempat yang tak mungkin aku yang berketergantungan dengan bumi ini bisa menjangkaumu.
Meskipun ada kesempatan untuk aku bisa mendekatimu, sudah takdir untuk bumi tak bisa menyentuh langit.
Tak akan pernah.
Harapan akan selalu ada, seperti cahaya redup lilin yang ditelan kegelapan malam.
Kecil namun ada.
Kau buktinya, dan rasa ini saksinya. Meskipun kelak engkau akan bersama bintang lain disana, rasa ini akan terus mengingatkan.
Indahnya menatap langit dari kejauhan itu nyata.
Bukan aku mengoceh mengharap iba. Aku tak perlu dikasihani. Tapi aku ingin diketahui.
Ya, langit terlalu jauh untuk dapat mendengar bumi, apalagi memahami.
Tapi dengan keyakinan penuh aku percaya, ranting, air, angin, dan suara alam lainnya dapat mengantarkan pesan singkat dari dasar laut terdalam untuk langit diatas sana.
“Aku rindu kamu!” begitulah kiranya.
Pesan ini dihaturkan oleh segumpal daging bernyawa yang memiliki harapan.
Harapan kecil untuk dapat ke langit. Berada di sana, meski hanya untuk semalam.
Jawablah rindu ini, wahai langit tak bertuan.
Itu adalah apa yang saya tulis di dalam catatan saya tanpa ada edit sedikit pun. Jujur saya sendiri nggak terlalu mengerti apa yang saya tulis tersebut. Yang jelas, saya merasa plong setelah menulisnya. Semoga ada nilai positif yang bisa diambil dari artikel kali ini. Mohon maaf kalau agak nggak jelas! See you in the next article!
Post a Comment
Post a Comment